Generesi Tinggal Landas by : angger priyardhan
Bahasa anak muda sekarang, sulit dipahami oleh kita-kita yang berusia lebih tua. Jangankan memakai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD), penulisan kata-kata yang biasa saja telah dijungkirbalikkan sedemikian rupa. Itu merupakan
salah satu cara mereka menunjukkan eksistensinya.
huhuhu...
yaH,,tKdaNg b'gaNk iTu ad ga eNk'y jg yK..???
tp mU gMn Lg..udH kLopP'y ma mRk,,,
t'sEraH ap kT oRg,,,
mU g'sUka,,ll'feel,,mU juTek,,n' bLa..bLa..bLa..
kg peduLi dagH,,
yg pNtg qT ttp b'sMa,,koMpaK,,
ad yg LewaT y,,cuEkiN
(HEHE,,KIDDING...)
What? Tulisan macam apa itu? Musti membaca berkali-kali hingga kita bisa menangkap maksud penulisnya.
Memang kata-kata itu terasa ganjil bagi kita yang terasing dengan bahasa gaulnya anak sekarang. Tetapi perlu disadari
bahwa itu semua adalah hasil sintesis dari benturan-benturan peradaban yang sedang berlangsung, sebuah
kebingungan plus pergolakan untuk menunjukkan eksistensi diri "ABG". Ekspresi, benturan budaya sekaligus rasa gagap
terakumulasi dalam kehidupan anak muda yang mengejawantah lewat hasil kemajuan teknologi "sesepuhnya".
Media, apa saja bentuknya yang penting bisa sebagai media pelampiasan, ingin diapresiasi kembali dan memberikan
warna baru dalam jagad teknologi ini. Mereka tidak ingin kalau media hanya diduduki oleh para "sesepuhnya", mereka
menginginkan persamaan hak dalam menikmati kemajuan dari rahim zamannya.
Media komunikasi bukanlah sekedar tempat memperbincangkan politik, bisnis, berita maju mudurnya bangsa, naiknya
harga kebutuhan pokok yang terus menghimpit kondisi perekonomian orang tua mereka.Kata mereka: harus ada warna
baru, sensasi yang beda dalam media informasi. Dari sinilah terciptakan kata-kata,adegan-adegan yang memang bukan
untuk disandiwarakan, dipura-purakan, melainkan sebuah kenyataan. Mereka para pencipta peradaban baru meskipun
peradaban yang entah berantah dan keluar dari epistemologi "adab".
Kemunculan perilaku di kalangan anak muda merupakan kerinduan mengenai sesuatu yang beda, sebuah motivasi
untuk hadir, sebuah kerinduan untuk menunjukkan: ini dadaku!.Tampil dan eksis. Membuat budaya tandingan dengan
penduhulunya,mereka tak mau dikatakan membebebek para "sesepuhnya yag terlihat "ndeso". Mereka ingin meniru
perilaku superior, layaknya supermen dengan gesit dan tangkasnya dalam bertindak sehingga menimbulkan kejutankejutan.
Ini adalah "shock terapy" bagi orang tua.
Demam eksis bukanlah sesuatau yang abnoramal, begitu Ainun Najib mengatakan,. Ia sah dan wajar dan amat
manusiawi. Itu vitalitas pribadi. Energi hidup. Potensi. Anak kita begitu nakal, tapi ini suatu potensi: setiap perwujudan
potensi butuh modus, bentuk media, atau saluran-saluran.
Persoalannya ialah, bentuk-ragam lingkungan social budaya kita seberapa banyak dan berkualitas menyediakan
kemungkinan untuk itu. Atau, dalam prinsip-prinsip kreativitas, apakah pendidikan bagi manusia-manusia serta
kebiasaan-kebiasan kehidupan mendorong mereka untuk mencari manefestasi dari potensinya masing-masing.
Kemudian apakah masyarakat mampu menampungnya dan memberi ruang gerak baginya. (Emha Ainun Najib.
Ambil contoh: gank nero misalnya. Ia adalah manefestasi bahwa perempuan juga kuat, bisa berkelahi. Perempuan
bukan identik dengan kefeminimannya yang selama ini diciptakan dalam benak kita. Mereka juga bisa membuat
perkumpulan, menggalang rasa solidaritas diantara anggota, perempuan. Mereka juga ingin di hormati, ditakuti. Mereka
tidak ingin menjadi objek terus tetapi menjdi subjek yang memainkan pergaulan. Mereka tak mau diperkosa kalau bisa
gantian mereka yang memperkosa. Hanya saja cara mengekspresiakan wujud pemberontakan salah "empan-papan".
Pemberontakan mereka seharusnya dimulai dari paradigma yang selama ini dibangun oleh masyarakat. Karena selama
ini paradigma mengenai solidaritas, rasa superior, dihormati terlebih dahulu dengan menciptakan gank, berubah menjadi
rahwana, buta yang menakutkan. Ini adalah peninggalan peradaban yang minim kreativitas, sepi dari filosofi.
Rasa dihormati tak perlu dengan membentuk perkumpulan yang menyeramkan, dengan wajah garang, rambut acakacakan.
Kita harus ingat dengan nilai-niai luhur yang mengatakan bahwa" ngluruk tanpo bolo, sekti tanpa aji, menang
tanpo ngasorake", pitutur luhur ini menegaskan bahwa untuk menjadi orang disegani tidak selalu dengan berwajah
garang atau bersikap tangan besi kepada orang lain.
Rasa hormat bisa dibangun lewat kecerdasan itntelektual, maupun kesalehan spiritual maupun social. Fenomena yang
berkembang di kalangan anak-anak muda merupakan bentuk krisis. Krisis apa? Bisa krisis kreativitas, krisis
keterbatasan untuk memaknai nilai-nilai agama maupun norma-norma atupun krisis untuk mengekspriskan potensi diri.
Anak-anak kita bukan lagi sebuah layang-layang, yang berlenggak-lenggok diangkasa tapi masih kita kendalikan. Anakanak
kita adalah sebuah pesawat dan dikemudikan oleh dirinya sendiri. Mereka telah meninggalkan landasan dan
melesat entah kemana. Apakah ia akan mendarat pada peradaban yang luhur atau mereka hanya akan terperosok ke
lembah kehancuran. Saat ini mereka bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Melesat dengan cepat, tepat
sasarannya dari anak panah tergantung dari kita bagaimana kita mengarahkan anak panah tersebut ketika masih
diantara busur dan gendewa. Artinya baik buruknya anak tergantung didikan keluarga, kebiasan keluarga menanamkan
nilai-nilai kebaikan.
Kenakalan remaja bukanlah timbul dari satu factor saja, melainkan banyak factor yang menyelimuti keadaan mereka.
Anak ibaratnya sebuah senyawa kompleks yang ditentukan dari ligan-ligan yang menyumbangkan "electron peradaban"
pada pemikiran yang akhirnya membentuk sifat yang komplek pula. Seringkali kita menyalahkan lembaga pendidikan
yang tak becus mendidik atau menyalahkan lingkungan sekitar kita yang notabenenya memang sudah salah. Kita
memang tak pernah berfikir dari perilaku kita senddiri.
Anak adalah bentuk copy diri kita. Copy-an sifat yang dibawa oleh DNA yang tersimpan pada Sperma dan indung telur.
Sedangkan keduanya tersimpan dalam tempat yang di set memang untuk merekam perilaku kita. Ibaratnya dia adalah
kotak hitam pada sebuah pesawat, yang merekam segala komunikasi yang kita lakukan. Jadi perilaku kita sebelum
berkeluarga juga menyumbang factor penentu sifat pada diri anak. Ini belum lagi ditambah saat kita melakukan Saresmi,
apakah kegiatan yang begitu sakral ini diselimuti nafsu atau memang bertujuan ingin menitiskan benih yang unggul
sehingga memunculkan "bocah" yang berakhlak mulia.
Begitu sacral kegiatan "dua insan" itu maka tercipta berbagi pantangan yang tidak boleh dilakukan. Dalam ayat Al qur'an
disebutkan bahwa kita diperintahkan menggauli istri kita dengan cara yang ma'ruf (baik). Karena kegiatan tersebut
merupakan proses yang menentukan baik-buruknya anak yang efeknya bukan hanya kepada orang tuanya melainkan
juga masyarakat luas. Sayangnya kegiatan tersebut dewasa ini semakin jauh dari semangat ibadah dan lebih terkesan
kegiatan "senang-senang" ,tak ayal jika sekarang marak terbitnya kaset-kaset yang menggurui kegiatan tersebut, atau
konsultasi yang mengarah kepada kepuasan bukan mengarah bagaimana mengajarkan cara-cara yang baik.
Sekali lagi kenakalan remaja tak hanya tercipta oleh factor lingkungan, melainkan sebuah hasil reaksi dari berbagi
komponen (perilaku) yang akhirnya mengendap dibawah sadar anak. Kenakalan remaja adalah protes keadaan, waktu,
yang disalurkan lewat anak mengenai miskinnya Uswatun hasanah . karena seringkali terjadi antara ucapan orang tua
saat menasehati anak tidak sesuai dengan perilakunya sendiri. Saatnya berhenti memberikan ceramah jika memang kita
memang tak patut jadi juru ceramah kerana itu semua hanya akan membuat jurang yang lebar antara kata dan
perbuatan.
Edan! Anak-anak zaman sekarang! Edan!
Rasa-nya bebal, tidak tanggap ing sasmita
Tepat, bapak! Aku edan karena turunan
Batin penuh debu, diajari tanggap ing pamrih
Thole! Kamu tidak mengerti winarah
Tak tahu utara selatan!
Arah, bapak, hanyalah sebuah kesepakatan
Yang kini ditikam pengingkaran
Cerai selatan dan utara
Lalu bentur, lenyap di cakrawala
Timur barat bersilang tindih
Kaki naik podium, kepala merintih!
(Emha Ainun Najib)
Harus kita ingat bahwa "anak polah bapa kepradah" (segala tingkah laku anak pasti akan membawa persolan baru untuk
orang tua), begitu juga sebaliknya, "bapo polah anak kepradah", tingkah laku orang tua juga akan menjadi kiblat sang
anak bahkan bisa menjadikan anak-anak menjadi pembantah yang sejati.
"Hai orang –orang yang beriman jaga lah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari
manusia dan batu; pejaganya malikat-malikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai kepada Allah terhadap apa
yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ( Q.S. AT Tahrim :6)
Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kimia, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar